Senin, 18 Oktober 2010

DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SERANG: Daftar Jaringan Irigasi

DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SERANG: Daftar Jaringan Irigasi lintasberita

Organisasi Irigasi


ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN
PERAWATAN IRIGASI


1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya air saat ini semakin sulit serta mempunyai nilai ekonomi yang mahal. Tidak hanya dalam segia kuantitas, namun juga secara kualitas semakin sulit untuk diperoleh. Padahal air tidak dapat dilepaskan dengan sector pertanian, terutama tanaman padi sebagai sumber pokok pangan masyarakat Indonesia. System irigasi dan drainase dibuat untuk mengatur pemberian air tersebut. Untuk mempermudah distribusi air, juga telah dibuat suatu jaringan irigasi. Jaringan irigasi dibuat dan dirawat agar distribusi air merata dan mampu mengairi kebutuhan lahan pertanian. Kegiatan pengelolaan dan perawatan atau yang sering dikenal dengan Operasi dan Pemeliharaan (OP) irigasi telah diatur dalam peraturan pemerintah.
Seringkali pengelolaan air tidak dianggap penting jika kondisi air memang sudah mencukupi, namun pada saat air sulit diperoleh menimbulkan konflik antar pihak. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa air irigasi merupakan barang public (public goods) yang mengakibatkan masyarakat cenderung untuk kurang atau tidak efesien dalam pemanfaatan air. Ketidakjelasan mengenai hak-hak penggunaan air (water rights) serta kewajiban dalam pengelolaan air menyebabkan organisasi pemakai air kurang efektif II(Rachman et al, 2003)

1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan organisasi irigasi telah banyak mewarnai pergeseran system organisasi dan dinamika social ekonomi masyarakat pedesaan, dan fenomena ini akan terus berlangsung. Interaksi teknologi (irigasi) dan organisasi mewujudkan suatu proses pembentukan organisasi baru. Atas dasar ini, organisasi diwujudkan sebagai aturan main untuk mengatur pelaku ekonomi dalam suatu komunitas. Organisasi mengandung makna aturan main yang diatur oleh masyarakat atau anggota yang dijadikan pedoman oleh seluruh anggota masyarakat atau anggota organisasi dalam melakukan transaksi. Namun pada hakekatnya bentuk organisasi mengatur tiga hal esensial, yaitu penguasaan, pemanfaatan, dan transfer teknologi. Keragaman yang merupakan dampak dari bekerjanya suatu institusi sangat tergantung pada bagaimana institusi itu mengatur hal-hal tersebut.
Pakpahan (1991) menilai bahwa untuk organisasi berdampak terhadap kinerja produksi, penggunaan input, kesempatan kerja, perolehan hasil, dan kelestarian lingkungan. Seberapa jauh organisasi yang direkayasa diterima oleh masyarakat bergantung pada struktur wewenang, kepentingan individu, keadaan masyarakat, adat dan kebudyaakebudayaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa organisasi yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang mampu mengatur anggotanya berperilaku selaras dengan lingkungannya akan mencerminkan suatu totalitas kerja kehidupan social yang khas, organisasi-organisasi tradisional pengelola irigasi yang sampai saat ini masih bertahan (seperti Subak di Bali) membuktikan betapa pentingnya organisais dalam suatu pengelolaan air.
Organisasi pengelola air bukan sekedar untuk kegiatan teknis semata, namun juga suatu lembaga social, bahkan di pedesaan Indonesia kandungan kaidah-kaidah yang telah disepakati lebih sarat daripada sarana fisiknya. Seperti kasus subak yang sebenarnya bukan saja mengatur mengenai operasional dan perawatan jaringan irigasi saja, namun juga menyepakati mengenai segi religi atau kebudayaannya, juga mengenai sanksi-sanksi bagi anggota yang melanggar aturannya, sanksi ini terlepas dari hokum Negara tetapi lebih besar kepada hokum adat.

1.3 Identifikasi Masalah
Pasandaran dan Taryoto (1993) mengungkapkan bahwa berbagai pengaturan irigasi yang berorientasi pada upaya generalisasi kebijaksanaan, tanpa memperhatikan norma setempat seringkali menghadapi hambatan. Karena itu, dalam system kemasyarakat yang majemuk seperti yang ada di Indonesia, pertimbangan kekhasan masing-masing masyarakat atau wilayah seyogiyanya harus mendapat pertimbangan. Sejalan dengan itu, Hayami dan Ruttan (1984) dalam Rachman et al. (2002) mengungkapkan bahwa relative langkanya suatu sumber daya, pada gilirannya dapat mewujudkan technical innovation dan institutional innovation. Dalam system organisasi pengelolaan irigasi terkandung makna elemen-elemen partisipan, teknologi, tujuan, dan struktur yang terdapat interdependensi satu sama lain. System organisasi yang dianut bertujuan kea rah efesiensi, dengan mengurangi ongkos transaksi (transaction cost).

1.4 Tujuan
Hubungan system organisasi dan biaya transaksi tercirikan pada tiga kaitan sifat yang secara nyata menyebabkan adanya perbedaan insentif dan pembatas bagi partisipan yaitu : 1) sifat fisik irigasi; 2) sifat masyarakat partisipan, dan 3) system organisasi. Dalam konteks organisasi irigasi, tiga aspek yang sangat berperan adalah : 1) batas yurisdiksi (jurisdiction boundary) yaitu batas otoritas suatu lembaga dalam mengatur sumber daya air, yang umumnya berdasarkan batas hidrologis seperti saluran sekunder dan saluran primer, 2) hak kepemilikan (property rights) yaitu hak setiap individu petani untuk mendapatkan pelayanan air sesuai dengan kewajiban yang dibebankan, dan 3) aturan representasi (rule of representation) yaitu aturan yang telah disepakati dengan tujuan untuk menjamin terjadinya keseimbangan antara hak atas pelayanan air yang diperoleh dengan besarnya kewajiban yang dibebankan, agar aturan ini bias ditegakkan, maka perlu adanya penerapan sanksi secara konsisten.

1.5 Landasaan Teori
Menurut Kurnia dan Judawinata (2000) pandangan suatu Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang saat ini sering di dengung-dengungkan dengan ototnomi daerah yaitu bahwa P3A harus mandiri. Pengertian P3A yang mandiri adalah kemandirian dalam : organisasi dan manajemen, pengelolaan keuangan, pembiayaan OP, dan menghadapi kekuatan-kekuatan luar. Selama ini kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan P3A memandang instutusi tersebut sebagai lembaga social. Di sisi lain, P3A sebagai organisasi pengelola air irigasi di tingkat local semakin dituntut peranannya dalam pengalokasian sumber daya air yang kompetitif untuk berbagai kepentingan. Hal ini mengundang kontroversi apakah sifat social ini masih perlu dipertahankan dalam menghadapi system pengelolaan air irigasi yang semakin kompetitif. Kuswanto (1997) yang memandang P3A dari fungsi dan keuntungannya, menyatakan sifat social P3A masih perlu Dipertahankan, karena : 1) pemilikan hak atas guna air dan jaringan irigasi oleh para petani anggota P3A bersifat kolektif; 2) P3A dapat berfungsi sebagai instrument untuk menciptakan dan menjaga pemerataan ekonomi di kalangan petani, dan 3) secara teknis akan memerlukan upaya perubahan organisasi yang sangat berat, mengingat sifat social P3A yang telah tertanam dalam kebijakan dan peraturan yang menyangkut pengelolaan P3A. Dengan demikian, langkah strategis adalah memadukan pandangan bisnis dalam kerangka visi P3A yang bersifat social. Implikasinya adalah perlunya penyesuaian structural organisasi P3A yang mengacu kepada pandangan otonomi daerah. Sejalan dengaan dinamika yang berkembang perlu adanya penyesuaian organisasi yang lebih adaptif dari struktur dan kewenangan P3A.

1.6 Kesimpulan
Beberapa pemikiran penyempurnaan yang perlu dipertimbangkan menurut Rachman et al. (2002) adalah sebagai berikut :
1. Partisipasi petani dalam pengelolaan sum,ber daya air perlu ditingkatkan, tidak hanya pada pengelolaan di tingkat usaha tani, tetapi juga sampai distribusi dan transportasi di tingkat atas. Pembentukan organisasi P3A Gabungan berdasarkan hamparan hidrologis (saluran sekunder) merupakan langkah strategis dalam upaya member kewenangan lebih luas dalam pengelolaan OP irigasi. Selain upaya penyesuaian organisasi di tingkat petani. Keberhasilan pengelolaan irigasi juga bergantung pada pengelolaan manajemen di tingkat distribusi dan alokasi. Dengan demikian, organisasi yang perlu mendapat perhatian adalah Panitia Irigasi Tingkat I dan II, Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA), dan Unit pengelola Sumber Air serta P3A.
2. Penggabungan P3A berdasarkan hamparan hidrologis (saluran sekunder) diikuti dengan pemberian kewenangan yang diperluas akan menunjang peningkatan efesiensi kinerja P3A yang dicirikan oleh : 1) birokrasi yang berkurang; 2) komunikasi dan koordinasi relative cepat dan lancer; 3) pihak-pihak yang berkepentingan terwakili dalam kepengurusan Gabungan P3A, dan 4) pengelolaan dan IPAIR yang lebih transparan dan demokratis.
3. Untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air di tingkat usaha tani, pada tahap awal diperlukan penyesuaian dalam memandang keberadaan dan fungsi P3A. Selama ini P3A dipandangan sebagai organisasi yang bersifat social, oleh karena itu dalam upaya memberdayakan organiasi P3A diperlukan keterpaduan dengan memasukkan pandangan bisnis. Hal ini didasari pemikiran bahwa selama ini hak pemakai secara kolektif masih merupakan dasar bagi ketertarikan para petani dalam keanggotaan P3A, sehingga kepentingan bersama para petani harus lebih diutamakan daripada kepentingan individu petani.

Dari hasil pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi irigasi masih perlu diberdayakan. Konflik yang sering kali muncul karena kurang sadarnya masyarakat terhadap hak-hak air serta terkait dengan batas wilayah. Untuk itu penggabungan organisasi irigasi berupa P3A Gabungan lebih difokuskan pada batas hidrologis, bukan administrasi karena batas hidrologis lebih mempunyai kesamaan karakter dan tujuan sehingga konflik dapat lebih diminimalkan atau bahkan ditiadakan.

1.7 Daftar Pustaka
Kurnia, G, dan R. Judawinata. 2000. Kemandirian Perkumpulan Petani Pemakai Air. Prosiding Lokakarya Kebijaksanaan Pengairan Mendukung Pengembangan Agribisnis. Pusat studi Pembangunan IPB, Bogor. hlm. 14-16

Kuswanto. 1997. Penyesuaian Kelembagaan P3A: Belajar dari Pengalaman Pengembangan Usaha ekonomi P3A di Kabupaten Nganjuk. PSI-UDPL UNAND, Padang.hlm. 176-178.

Pakpahan, A. 1991. Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa Sosial: Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding Evolusi Kelembagaan Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

Pasandaran, E. dan A. Taryoto. 1993. Petani dan Irigasi: dua sisi mata uang. Lokakarya Pembangunan Berkelanjutan dan Penanggulangan Kemiskinan di Tingkat Lokal, Bogor 15-17 Juni 1993. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.hlm. 5-6

Ranchman, B., E. Pasandara, dan K. Kariyasa. 2002. Organisasi Irigasi dalam
Perspektif Otonomi Daerah. Jurnal Litbang Pertanian: 21 (3)
lintasberita

Senin, 11 Oktober 2010

Daftar Jaringan Irigasi

Data Base Kompilasi Daerah Irigasi SELURUH 2010)Oke lintasberita

Jumat, 08 Oktober 2010

Gilir Giring


Gilir - giring air disaluran irigasi Ciujung rutin dilakukan Bidang Irigasi dan UPTD PU pada saat musim kemarau,hal ini dilakukan untuk memenuhi pembagian air secara merata dan tepat sasaran.Pembagian air di jadwal berdasarkan golongan.Golongan I adalah wilayah terjauh dari sumber air ( Bendung Ciujung ) golongan II yang berada ditengah dan Golongan III adalah wilayah yang terdekat dengan sumber air ( Bendung Pamarayan)




lintasberita

Kamis, 07 Oktober 2010

Lomba P3A Tingkat Kabupaten

Kepala Dinas PU Kabupaten Serang Ir Irawan Noor, MM sedang menyerahkan hadiah Tropi kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air dalam lomba P3A Tingkat Kabupaten.
Juara Lomba P3A ini dipersiapkan untuk mengikuti lomba tingkat Provinsi.


lintasberita

Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air ( P3A)

Dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam mengelola kelembagaan petani, Bidang Irigasi Seksi Bina Manfaat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang terus menerus melakukan pembinaan  sehingga  kelembagaan petani yang ada dikabupaten serang bisa lebih mandiri dan maju.
Alhamdulillah P3A binaan seksi bina manfaat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang bisa mewakili Banten dalam Lomba P3A tingkat Nasional di Solo Jawa Tengah.
lintasberita